2 menit waktu baca

Kisah Sepak Bola

Kisah Sepak Bola
Krdit gambar Getty Images

Apakah sepak bola kisah tentang individu atau sebuah tim. Kita dapat saja memperdebatkan hal itu semalam suntuk, tentang siapa yang lebih besar antara Maradona dengan Napoli; Messi dengan Barcelona; Alex Ferguson dengan Manchester United; Pele dengan Santos. Kebanyakan orang akan buru-buru menyergah kalau tim lebih besar dari pemainnya, siapa pun dia. Presiden Real Madrid, Falentino Perez, telah mencontohkan hal itu dengan baik. Baginya, Madrid lebih besar Raul Gonzales, Iker Casillas, dan Sergio Ramos. Bahkan lebih besar dari seluruh pemain-pemain dari era El Galaticos. Usia klub, dalam kacamata orang-orang seperti Perez, lebih panjang dari pemain.

Namun, bukankah klub tanpa pemain besar hanyalah akan menjadi organisasi permainan sepak bola yang biasa-biasa saja. Pemain-pemain besarlah – yang tentu berada di klub-klub besar – yang membuat sepak bola sampai sekarang menjadi cabang olahraga yang paling digemari di atas planet bumi.

Kalau demikian, apa yang terjadi bagi tim seperti Barcelona tanpa seorang Lionel Messi?

Barcelona memang dicatat sebagai salah satu tim terbaik dalam sejarah sepak bola modern. Banyak pemain-pemain besar yang pernah bergabung dengan tim itu: Cyruff, Maradona, Romario, Ronaldo, Koeman, Xavi, Iniesta, dan Puyol. Namun, hampir dua dekade, Barcelona berkisah tentang Messi.

Pemain asal Argentina yang baru saja juara bersama negaranya itu, selalu menjadi pusat perbincangan. Keberhasilan Barcelona selalu diiringi dengan segenap rekor yang dicatatnya. Bahkan, tanpa prestasi Barcelona di musim tertentu, Messi selalu meraih capain personal. Hal yang tidak jarang ikut menimbulkan kontroversial.

Akan tetapi kisah itu telah berakhir. Apa yang kita saksikan dari kampung halaman tentang gemerlap sepak bola Eropa selama ini akan menjadi cerita dari masa lalu. Perkisahan yang pernah hadir serta dirayakan dengan gegap gempita oleh para fans sepak bola, tidak memandang dari mana pun asal mereka, adalah era yang sudah berakhir.

Messi – juga Ronaldo – adalah sebuah era.

Seperti sebuah era, maka akan usai. Sekuat apa pun kita menolaknya. Dua pesepak bola itu semakin menua. Mereka seperti datang untuk berkisah bahwa kita pernah memiliki sebuah olahraga yang tidak bisa hilang dari pikiran manusia karena dimainkan dengan cara-cara manusia tanpa bantuan kecerdasan teknologi. Ketika mereka akan pergi, teknologi datang menyerbu. Mulai dari teknologi garis gawang sampai intimidasi VAR.

Kini, kita harus bersiap-siap menyaksikan lapangan sepak bola diisi oleh pemain rata-rata. Penghelatan Piala Eropa lalu seperti sudah memberi peringatan itu. Sepak bola terasa semakin biasa. Kita akan menyaksikan dua tim yang bertanding tanpa drama, tanpa pemain besar, dan tanpa kisah yang dibicarakan setelahnya.

Lalu, apakah kita harus menunggu sampai pemain besar dilahirkan kembali untuk membuat olahraga ini semakin dicintai dan tidak hilang dilindas zaman. Atau, kita harus berbesar hati menonton sepak bola dengan perasaan yang hambar.

Komentar Facebook
Kuy, berbagi...

0%