2 menit waktu baca

Secangkir Kopi

Seorang teman, tentunya sambil bercanda, mengatakan tetap akan meminum kopi robusta atau biasa disebut kopi saring. Baginya, hal itu adalah maruah Aceh pantai timur. Dia pasti bercanda. Saya yakin dia juga akan meminum kopi jenis Arabica, yang datang dari wilayah Gayo, yang semakin lama semakin menunjukkan posisinya itu.

Saya tidak menghitung ada berapa banyak warung kopi demikian kini yang tumbuh. Di Kota Langsa, Aceh, warung kopi yang menyajikan menu jenis Arabica sudah bersanding dengan Robusta. Warung kopi besar dan utama di kota ini selain menyajikan kopi saring, juga kopi Arabica. Bahkan ada warung kopi yang hanya menyediakan kopi Arabica. Apalagi, ada trend baru dengan munculnya kedai kopi yang pesan langsung bayar, lalu penyajiannya take away. Walaupun warung kopi tersebut – biasanya jenis warung kopi ini lebih suka menyebut sebagai café – menyediakan kursi di tempat. Jenis warung kopi ini dipastikan hanya menyediakan kopi Arabica.

Di kota lain seperti Banda Aceh, fenomena ini lebih meriah lagi. Warung-warung kopi yang hanya menyediakan jenis Arabica semakin menjamur. Hal seperti yang tidak bisa ditolak lagi, sampai-sampai warung kopi yang dahulunya seperti jantung utama kopi Robusta harus angkat tangan, dengan ikut juga menyediakan jenis Arabica.

Kita mungkin akan menyebutnya sebagai perubahan selera, atau perubahan gaya hidup. Bukankah semakin lama orang akan semakin sadar tentang cara hidup yang lebih baik, terutama mengenai kesehatan. Ketika mengopi di warung dijadikan sebagai aktivitas utama di Aceh – terutama kaum laki-laki – lalu mulai muncul kesadaran untuk menjaga kesehatan, maka memilih kopi Arabica – baik Eskpresso atau Americano – sebagai jalan keluar. Kopi Robusta dianggap tidak semurni Arabica karena dicampur dengan bahan lain, seperti jagung.

Namun, saya menyukai keduanya: Arabica dan Robusta.

Beberapa teman yang aktif dalam bisnis kopi selalu memberi penerangan berarti mengenai pekerjaan yang sedang mereka tekuni: Bahwa kopi yang enak itu ditentukan oleh dua hal, mulai dari sumber kopinya dan bagaimana kemudian diracik. Sampai-sampai menjadi Barista –istilah yang semakin popular sekarang – juga mengikuti pelatihan resmi.

Hal yang sama juga berlaku untuk kopi Robusta. Saya, karena jam terbang dalam dunia minum kopi, sedikit banyaknya bisa membedakan mana kopi yang enak dan tidak. Seperti juga cerita untuk Arabica, cita rasa kopi Robusta tergantung kopi siapa yang meraciknya dan sumber kopinya.

Di Langsa, beberapa tahun belakangan ini, beredar legenda kalau Joki – ini juga istilah yang mulai familiar untuk menyebut orang yang bertugas menyaring kopi – tertentu akan menghasilkan rasa kopi yang luar biasa. Lalu, orang mulai ramai-ramai mendatangi warung kopi itu. Kopi yang disaringnya dianggap sudah jaminan enak. Salah satu yang membuat joki itu naik daun karena didatangkan dari Aceh Besar, kabupaten di Provinsi Aceh yang menjadi episentrum warung kopi saring Robusta. Di kabupaten ini pula ada satu wilayah yang Bernama Ulee Kareng. Wilayah ini seperti garansi tentang kualitas terbaik kopi Robusta: Kopi Ulee Kareng.

Lalu, jenis kopi mana yang akan terus terbit dan mulai tenggelam? Peminum kopilah yang mampu menjawabnya.

Komentar Facebook
Kuy, berbagi...

0%